Recent Posts

IKHLAS KUNCI DITERIMANYA AMAL


 
Oleh: Mad Rois

وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ واتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlash berserah diri kepada Allah, sedang ia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lururs? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangannya[1].” An-Nisa (4): 125
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه
Menceritakan kepada kami al-Humaidy ‘Abdullah bin Az-Zubair ia berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id  al-Anshary ia berkata telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim at-Taimy bahwasanya ia mendengar ‘Alaqamah bin waqas al-Laitsy ia berkata aku mendengar Umar Bin al-Khaththab RA. diatas mimbar ia berkata: “aku telah mendengar RAsulullah saw. berasbda”: sesungguhnya, amalan-amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapat mendapatkan sesuai yang diniatkannya.  Barangsiapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya diterima oleh Allah dan Rasul-Nya; barangsiapa yang niat hijrahnya untuk dunia dan yang akan diperolehnya atau wanita yang yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu pun akan sampai kepada apa yang diniatkannya[2].” 
Ibnu Katsir menjelaskan mengenasi penafsiran ayat diatas bahwa amal yang paling murni karena Allah adalah amal yang didasarkan pada keimanan dan mengharap pahala dari Allah SWT. Dalam beramal ia mengikuti apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan di sampaikan melalui perantara Rasul-Nya yakni berupa petuntuk dan agama yang benar (agama Islam).  Kedua persyaratan ini menjadi syarat sah seseorang dalam beramal yang jika salah satunya tidak terpenuhi maka amalnya menjadi tidak sah.
Seseorang yang beramal harus berlandaskan khalis dan shawab. Khalis artinya amal itu hanya karena Allah, dan shawab artinya mengikuti syari’at Allah. Yang dimaksud. Maka amalnya bisa dikatakan sah apabila secara zhahir dia mengikuti syari’at Allah dan secara bathin dengan ikhlas. Dengan demikian jika amalan seseorang tidak memenuhi kedua syarat tersebut amalannya dikatakan tidak sah. Ketika seseorang beramal tidak disertai dengan keikhlasan maka ia adalah termasuk orang munafik yaitu orang yang menampakkan amalannya dihadapan manusia. Dan ketika seseorang beramal tanpa mengikuti syari’at Allah maka amalannya sesat dan bodoh. Tetapi ketika ia beramal dengan keduanya maka itulah amalan orang yang beriman. (Sebagaimana firman Allah Q.S. Al-Ahqaf (46): 16.). kemudian Allah memerintahkan kita untuk mengikuti agama Ibrahim, yaitu Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai hari kiamat. Sebagaimana firman Allah Q.S. Ali-Imran (3): 64), Q.S. An-Nahl (16): 123.[3]
Sababul wurud dari hadits diatas adalah ketika Rasulullah tiba di Madinah, para sahabatnya terserang demam, datanglah seorang lelaki lalu menikahi wanita Muhajirah, maka Rasulullah SAW duduk diatas mimbar, lantas bersabda, “wahai manusia! Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya,” tiga kali. “Maka, siapa yang niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun siapa yang niat hirjahnya untuk dunia yang akan diperolehnya atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya akan sampai kepada apa yang diniatkannya.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangan seraya berdo’a, “jauhkanlah kami dari penyakit.” Tiga kali. Pada pagi harinya beliau bersabda: “Saat malam tiba, aku kedatangan demam (dalam mimpi, yang digambarkan) tampak seperti seorang nenek hitam yang ditarik kerah bajunya oleh tangan orang yang membawanya. Orang tersebut berkata, “inilah penyakit demam, lantas apa pendapat anda mengenainya?” Maka aku menjawab: “Pindahkanlah ke Khum (anak sungai antara Mekah dan Madinah, berjarak 3 mil dari Juhfah).”[4]
Hadits ini menjelaskan bahwa niat merupakan barometer untu meluruskan amal perbuatan. Apabila naitnya baik, maka amalan menjadi baik. Sebaliknya, bila niatnya rusak, amalan pun akan rusak.[5] Maka penting bagi kita untuk introspeksi diri apakah amaln yang selama ini kita kerjakan sudah disertai dengan niat yang baik. Karena hal itulah yang akan menentukan diterima atau tidaknya amalan kita.
Amalan yang disertai dengan niat, keadaannya diklasifikasi menjadi tiga: pertama,  seseorang yang melaksanakan amalan karena takut kepada Allah Ta’ala, maka ini nerupakan ibadah para budak. Kedua, seseorang melaksanakannya untuk mencari surge dan pahala, maka ini adalah ibadah para pedagang. Ketiga, seseorang melaksanakannya karena malu kepada Allah Ta’ala dan dalam rangka menunaikan kewajiban beribadah dan bersyukur, seraya tetap memandang bahwa dirinya belum menunaikannya secara penuh, hatinya juga merasa takut karena tidak tahu apakah amalannya diterima atau tidak; inilah ibadah orang yang merdeka.[6]
Pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat Qur’an dan hadits diatas adalah:
1)   Dalam beramal shaleh kita harus menjadikan Iman dan mengharap pahala dari Allah sebagai landasan.
2)   Dalam beramal shaleh harus murni karena Allah (tidak disertai ria), dan sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah melalui Rasul-Nya.
3)   Ikhlas merupakan kunci yang menentukan apakah amal shaleh yang kita perbuat diterima oleh Allah atau tidak.
4)   Harus senantiasa memantapkan niat yang baik terlebih dahulu sebelum melakukan sebuah amalan.
5)   Pentingnya tajdidun niyat, yakni memperbaharui niat apabila ditengah melakukan sesuatu kita tersadar bahwa diawal kita belum meluruskan niat kita atau niat kita tercampur dengan ria dan yang lainnya.
Wallahu a’lamu bi ash-shawab
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Zat yang mebolak-balikkan hati tetapkanlah hatiku atas agamamu.”
اللَّهُمَّ مُصَرِّف الْقُلُوب صَرِّفْ قُلُوبنَا عَلَى طَاعَتك
“Ya Allah Zat yang maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk menaati-Mu.”[7]


[1] Departemen agama RI al-Qur’an dan terjemahnya hal.98
[2] An-Nawawi, al-Imam Yahya bin syarofudin, Syarah Hadits Arba’in alih bahasa, Hawin Murtadho & Salafudin Abu sayyid (Solo: Al-Qowam, 2008), hlm.18
[3] Ibnu Katsir, tafsir Ibnu Katsir, cetakan kedua (Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008), I:508.
[4] An-Nawawi, Syarah Hadits Arba’in, hlm, 21-22
[5] Ibid.hlm23
[6] Ibid, hlm, 24
[7] An-Nabhani, Ringkasan Riyadush Shalihin,alih bahasa Abu Khodijah Ibnu Abdurrohim cetakan ke-1, (Bandung, IBS:2006) hlm, 202.

Related Post



Posting Komentar

Text Widget

Total Pageviews

Categories

Blogger Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

About Me

Foto Saya
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

mari berteman