Recent Posts

TAKWA MEMBERI SOLUSI SETIAP MASALAH



Setiap manusia memiliki masalah dalam hidupnya. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Jalan keluar kadang bisa didapat dengan mudah tapi tidak jarang harus melalui perjuangan yang sedikit berat.
Banyak cara dilakukan untuk mendapatkan solusi dari setiap permasalahan, bisa dengan cara bertukar pendapat dengan teman, meminta nasihat orang bijak dan lain sebagainya. Namun jika berbagai cara sudah dilakukan namun solusi tidak kunjung tiba, ada salah satu cara yang sudah terpatri kurang lebih 14 abad yang lalu dalam sebuah kitab suci umat Islam yakni al-Qur’an al-Karim.
Allah berfirman dalam surat at-Thalaq ayat 2 dan 4.      
......... (At-Thalaq: 2)وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا     
........ (At-Thalaq: 4)وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah jadikan untuknya jalan keluar” {ath-Thalaq (65): 2}
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah jadikan urusannya mudah” {ath-Thalaq (65): 4}
Perintah bertakwa tidak hanya menjadikan seorang hamba dekat dengan Tuhan-nya. Tapi banyak hal yang bisa didapatkan dari implementasi takwa. Salah satu diantaranya adalah diberikannya solusi dan kemudahan atas setiap masalah.
Dalam tafsir at-Qurtubi Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “niscaya Allah jadikan untuknya jalan keluar” adalah Allah menyelamatkannya dari segala kesusahan baik di dunia maupun di akhirat. Ar-Rabi’ berkata bahwa yang dimaksud adalah jalan keluar dari segala sesuatu yang menyusahkan manusia. Al-Kilabi menjelaskan “barang siapa bertakwa kepada Allah” dengan cara bersabar atas musibah “niscaya Allah jadikan untuknya jalan keluar” dari api neraka menuju surga. Al-Husain al-Fadhl menjelaskan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dengan menjalankan setiap kewajiban kepada-Nya, niscaya Allah akan menolongnya dari hukuman. Muqatil menjelaskan bahwa barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan menjauhi perbuatan maksiat maka Allah akan memberi kemudahan pada setiap urusannya dengan pemberian hidayah agar ta’at kepada Allah.
As-Sa’adi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan memberi kemudahan dalam urusannya. Maksudnya adalah barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan selalu memudahkan setiap urusannya dan memberi kemudahan dalan setiap kesulitan yang dihadapi.
Dengan merenungi kanduangan kedua ayat ini nampaklah bagi kita bahwa jika selama ini masalah yang kita hadapi sering tidak menemukan jalan keluar atau setiap urusan yang kita hadapi selalu diiringi dengan berbagai kesulitan, maka sudah saatnya kita introspeksi diri (muhasabah) sudah sejauh mana ketakwaan kita kepada-Nya.
Jangan berharap masalah bisa teratasi dan kesulitan bisa dilalui jika ketakwaan dalam diri masih jauh panggang dari api. Dengan meningkatkan ketakwaan maka kita telah memudahkan setiap urusan yang akan dihadapi.
Wallahu a’lamu bish-shawab

MENJAGA LISAN

Setiap untaian kata yang keluar dari lisan seseorang adalah cerminan dari kondisi hatinya. Jika sedang bahagia maka kata-kata syukur dan senang akan keluar melalui lisannya. Namun ketika sedang dirundung banyak masalah seribu keluh kesah akan keluar dari lisan sebagai gambaran dari isi hati si mpunya. Setiap kata yang kita ucapkan tentu akan mendapat respon dari pendengarnya. Adakalanya orang senang mendengar kita berbicara namun tidak jarang setiap kata yang terucap menyebabkan sebuah pertikaian bahkan perang. Hal itu tentunya menjadi sebuah renungan bagi kita untuk senantiasa menjaga lisan agar tidak sampai menyakiti orang lain. Dalam Islam perintah menjaga lisan ini tertuang pada salah satu sabda Rasulullah SAW: عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يوم بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”. [Bukhari no. 6018, Muslim no. 47] Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah : “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”.(QS. Al Isra’ : 36) dan firman-Nya: “Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS. Qaff : 18) Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda: “Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat mengendalikan lidahnya”. Beliau juga bersabda : “Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”. Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam. Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia. Allah berfirman : “Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS.Qaaf : 18) Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan. Sebagai seorang muslim yang berusaha menyempurnakan keimanannya mari kita senantiasa menjaga lisan sebagai sarana menyelamatkan diri dari kebinasaan dan menyelamatkan orang lain dari jahatnya lisan yang tidak terjaga. Wallahu a’lam bish-shawab

KEUTAMAAN PENUNTUT ILMU


     Firman Allah Ta’ala Q.S. az-Zumar: 9 (Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?") mengaskan bahwa berilmu dan tidak berilmu berbeda dalam segala hal.
Ø  Firman Allah Ta’ala Q.S. al-Mujadalah: 11 (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat) mengaskan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu dengan memberikannya kemuliaan. Kemuliaan yang diberikan Allah adalah kemuliaan yang bersifat hakiki, berbeda dengan kemuliaan yang diberikan oleh manusia. Karena kemuliaan semacam itu bersifat nisbi, sebagai contoh seorang yang mendapat kemuliaan karena memiliki jabatan tinggi akan hilang kemuliaannya seiring dengan kepergian jabatan itu darinya.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ulama (orang berilmu) memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan mukmin (orang beriman) sebanyak 700 derajat.
Ø  Firman Allah Ta’ala Q.S. Fathir: 28 (Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama) menjelaskan bahwa ulama adalah hamba Allah yang paling takut kepada Allah disbanding hamba-hamba-Nya yang lain.
Ø  Dalam firman Allah Q.S. al-Maidah: 4 ("Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu) mengaskan adanya perbedaan antara hewan yang terlatih (diberi ilmu) dengan yang tidak. Dengan demikian kemuliaan ilmu tidak hanya mengangkat derajat manusia tetapi hewan sekalipun akan terangkat dengannya.

“...ilmu itu jika melekat pada sesuatu maka sesuatu itu akan menjadi mulia…”

Text Widget

Total Pageviews

Categories

Blogger Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

About Me

Foto Saya
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

mari berteman