Recent Posts

PEMIMPIN HARUS AL-AMIEN


مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلاَّ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Seorang yang telah diberi amanat oleh Allah untuk memerintah rakyat, kemudian ia tidak melingkupinya (memimpinnya) dengan jujur, maka dia tidak akan memperoleh bau surga.” (HR. al-Bukhori)
Ini adalah hadits yang menjadi peringatan kepada setiap pemimpin agar selalu berhati-hati dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Dari hadits ini juga kita bisa memahami bahwa kepimpinan adalah amanah yang diberikan oleh Allah swt. sedangkan rakyat menjadi objek dalam pelaksanaan amanat tersebut. Dalam hadits ini juga memaparkan tentang kepribadian seorang pemimpin haruslah jujur dalam menjalankan amanat kepemimpinan yang dipegangnya, agar terhindar dari konseksuensi yang akan ditimbulkan akibat tidak jujur dalam melaksanakan kepemimpinannya yaitu tidak akan memperoleh bau surga. Memperoleh baunya saja tidak dapat apalagi masuk kedalamnya.
Al-amien adalah gelar yang diberikan oleh orang Quraisy kepada sosok Muhammad saw. Karena kejujuran yang senantiasa melekat dalam dirinya sejak masa kanak-kanak. Hampir semua orang di Mekkah kala itu menyaksikan Muhammad tumbuh dan berkembang dalam bingkai sifat amanah; tidak seorangpun yang pernah mendapatinya berbohong, apalagi menipu. Ketika orang-orang Quraisy hampir-hampir bermusuhan karena pertentangan yang tajam diantara mereka mengenai siapakah yang layak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah renovasi Ka’bah, Muhammad secara kebetulan adalah orang yang tertunjuk (berdasarkan undian siapa yang dulu masuk Masjidil Haram) untuk tampil mengatasi suasana, menjadi penengah dan menyelesaikan problem masyarakat. Ketika mengetahui keputusan ini, orang-orang Quraisy pun berseru,
هَذَا الأَمِينُ رَضِينَاهُ                                          
“inilah al-Amin, kami rela dipimpinnya.”
Begitulah sepenggal kisah tentang sikap yang dimilki oleh rasul kita yakni Muhammad saw. Sifat yang mungkin menjadi sesuatu yang sangat langka dan sulit kita temukan di zaman sekarang ini. Karena kebanyakan para pemimpin yang hidup di masa sekarang sudah tidak lagi menjalankan amanatnya dengan baik. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya ketidak adilan yang didapatkan oleh rakyatnya yang seharusnnya mendapat perhatian lebih untuk di berikan kesejahteraan.
Pemimpin yang ideal dalam khazanah Islam sering disebut dengan al-amin (yang dapat dipercaya). Sosok yang karena integritas dan kapabilitasnya mendapat kepercayaan rakyat untuk memimpin negeri. Pemimpin yang bersih dari unsur-unsur KKN, yang tidak akan menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya, dan yang berani melawan setiap setiap bentuk kemungkaran serta menghentikan berbagai aksi menguras kekayaan negara secara semena-mena yang dilakukan oleh oknum-oknum.
Berbicara kepemimpinan di negeri ini yang menganut sistem demokrasi maka rakyat bisa memilih langsung pemimpin yang mereka percaya untuk memimpin negeri ini. Oleh karena itu kita sebagai rakyat hendaknya menggunakan hati nurani kita untuk memilih pemimpin dengan berdasarkan kepada integritas dan kapabilitasnya sebagai pemimpin sehingga bisa menjalankan amanahnya dengan sebaik-baiknya.

SEPUTAR DA’I

I. DEFINISI
Secara bahasa da’i adalah bentuk isim fa’il dari kata da’a-yad’u-da’watan. Jadi secara bahasa da’i artinya orang yang memanggil atau menyeru. Sedangkan secara istilah da’i adaah seorang yang menyeru manusia kepada kebenaran, yakni ajaran agama Islam yang telah ditutunkan oleh Allah melalui Rasul-Nya yang terdapat dalam Al-qur’an dan As-Sunnah.
II. MENGAPA AKU BANGGA MENJADI SEORANG DA’I
1.    Dakwah adalah pekerjaan para Rasul dan Nabi
2.    Da’i adalah yang paling baik perkataannya
3.    Da’i adalah seorang pemberani yang tegar melawan arus kondisi masyarakat yang penuh dengan kebodohan dan kemaksiatan.
4.    Seorang da’i akan terhindar dari laknat Allah.
5.    Da’i juga terhindar dari kerugian hidup di dunia.
6.    Serta terhindar pula dari azab Allah swt.
III. JENIS-JENIS DA’I DAN KARAKTERISTIKNYA
1.    Da’i yang takut pada Allahdan juga faham syari’at Allah.
Da’i  jenis yang pertama ini adlah pewaris para Nabi, membawa manusia ke jalan yang lurus dan wajib bagi kita untuk mengikuti nya.
2.    Da’i yang takut pada Allah tapi tak faham syari’at Allah.
Da’i jenis yang kedua ini adalah da’i yang membawa manusia pada kegelapan di dunia dan bencana di akhirat dialah pembawa bid’ah dan kurafat di tengah-tengah umat. haram bagi kita untuk mengikutinya”
3.    Da’i yang tidak takut pada Allah tapi faham syari’at Allah.
Da’i jenis yang ketiga ini adalah da’i yang paling berbahaya, karena dibalik kepandaiannya akan ilmu syari’at berusaha membawa manusia ke jalan neraka, mereka inilah para pengasung fikroh sekularisme, liberalisme, dan pluralisme.
IV. KEPRIBADIAN DA’I
1.    Seorang da’i harus sabar dalam dakwahnya
Seorang da’i harus bersabar daam berdakwah dan bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan dakwah serta bersabar terhadap tantangan dakwah.
Seorang da’i harus bersabar daam dakwah artinya terus menekuni dakwah dan tidak bosan bahkan dia harus terus menerus berdakwah mengajak manusia kepada jalan Allah sesuai dengan kemampuannya dan selalu melibatkan diri dalam berbagai aktifitas dakwah yang lebih bermanfaat dan lebih mengena. Seorang da’i harus bersabar dalam menekuni dakwah dan tidak boleh bosan dalam menyampaikan dakwah. Sebab apabila seorang da’i ditimpa kebosanan, maka dia akan merasa lelah kemudian meninggakan dakwah, akan tetapi apabila dia tetap beristiqomah dalam berdakwah maka dia akan meraih pahala orang-orang yang bersabar dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Renungkanlah firman Allah yang ditujukan kepada Nabi-Nya:
”Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”(Q.S. Huud: 49).
seorang da’i harus bersabar dalam menghadapi rintangan dakwah dari para penentang dan musuh dakwah,  karena setiap orang yang berdakwah mengajak kepada Allah pasti mendapatkan tantangan sebagaiman firman Allah: 
”Dan seperti itulah, Telah kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong” (Q.S. Al-Furqon: 31).

Jadi, setiap dakwah pasti mendapat tantangan dan rintangan dari para penentang, pendebat ataupun dari para penyebar syubhat, akan tetapi seorang da’i wajib untuk bersabar menghadapi orang=orang yang menetang dakwah, meskipun dakwah tersebut dituduh sebagai dakwah sesat dan bathil, padahal dakwah sesuai dengan petunjuk kitabullah dan tuntunan sunnah sunnah Rasulullah maka seorang da’i harus bersabar dalam berdakwah.

2.    Hendaknya seorang da’i berakhak dengan akhlak yang mulia
Akhlak mulia adalah salah satu dari kepribadian seorang da’i yang wajib adanya. Karena seorang da’i akan senantiasa menjadi pusat perhatian umatnya, terutama dalam berakhlak dan bertingkah laku. Maka haruslah seorang da’i memberikan contoh atau teladan kepada umatnya dengan menjaga perangai atau akhlaknya. Sehingga dengan begitu umat akan semakin mudah mudah menerima dan mengikuti seruan da’i, tentunya untuk senantiasa berada pada jalan kebenaran yakni sesuai dengan yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

3.    Hendaknya seorang da’i menyingkap tabir pembatas antara dia dan masyarakat
Seorang da’i harus berani terjun ke tengah-tengah masyarakat dan berbaur bersama mereka, karena dengan begitu maka seorang da’i akan diterima oleh masyarakat. Ketika masyarakat sudah menerima itulah maka seorang da’i bisa mempengaruhi masyarakat dan membawa mereka kepada jalan Allah dan menghidarkan mereka dari segala kemunkaran yang tentunya akan menyeret mereka kepada siksa Allah.

4.    Hendaknya seorang da’i lapang dada terhadap orang-orang yang menyelisihinya
Dalam perjalan dakwah seorang da’i pastilah ia akan menemukan rintangan, salah satu diantaranya adalah seseorang atau sekelompok orang yang membenci dan menyelisihi dakwahnya. Dalam hal ini sikap yang harus diambil oeh seorang da’i adalah bersikap lapang dada. Karena setiap orang mempunyai cara berpikir yang berbeda-beda, begitu juga dalam memahami ajaran islam yang bersifat furu’. Selama perbedaan itu masih didasarkan pada dail yang bisa diterima, maka seharusnya kita saling bahu-membahu menegakkan syari’at Islam. Bukan malah saling mengklaim bahwa pemahamannya yang paling benar.,bahkan menyalahkan pemahaman yang berbeda dengan dirinya. Itulah mengapa seorang da’i dituntut untuk memiiki kepribadian berlapang dada terhadap orang yang menyeisihinya.

TAUHIDUL IBADAH

Oleh: Roy Mad Rois
Semua Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah SWT ke bumi ini, dimulai Nabi Adam AS sampai Nabi yang terakhir yakni Rasulullah Muhammad SAW. tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membawa risalah Allah terutama menegakkan Tauhid dan menumpas segala kemusyrikan. Sesuai dengan Firman Allah dalam Qur’an surat An-Nahl ayat 36:
Artinya: Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.
Tauhid juga merupakan prinsip ajaran yang dibawakan oleh semua Nabi dan Rasul Allah, dimana tauhid ini bisa tegak dengan menumpas segala bentuk kemusyrikan dan meng-Esakan Allah dari segala sesuatu yang dijadikan sekutu. Karena sesungguhnya perbuatan syirik itulah yang akan mengotori tauhid itu sendiri. Dan kita selaku umat Islam diperintahkan untuk menjauhi perbuatan syirik tersebut, karena dosa yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah adalah dosa syirik. Sebagaimana firman Alah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 48:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.
Begitulah ancaman Allah terhadap orang yang berbuat syirik, dimana dia tidak akan pernah mendapatkan ampunan dari Allah SWT, dan juga orang yang melakukan dosa syirik dikatakan juga telah melakukan dosa besar dimana adzab Allah yang teramat pedih menanti di akherat kelak. Oleh karena itu Mari kita jauhi perbuatan syirik atau menyekutukan Allah dan berusaha menegakkan tauhid kepada Allah Swt.
Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Ikhas tentang bagaimana kita bertauhid kepada-Nya:
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Untuk menegakkan tauhid marilah kita selalu bergantung hanya kepada Allah Swt dalam segala aspek kehidupan kita, baik yang bersifat duniawi maupun yang bersifat ukhrowi. Dan kita percaya bahwa Allah adalah zat yang tidak punya anak, ibu maupun bapak. Karena Allah adalah zat yang memiliki sifat Qidam yakni tidak ada sesuatu apapun yang mendahului-Nya. Dan juga kita meyakini bahwa semua makhluk didunia ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang nampak oleh indera kita maupun yang tidak, itu semua tidak ada yang bisa disetarakan dan di sandingkan dengan Allah swt yang maha kuasa atas segala sesuatu. Dengan mengamalkan ini semua mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang bertauhid kepada Allah Swt.
Ibadah adalah betaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan menta’ati segaa perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang di izinkan Allah. Jadi beribadah itu terdiri dari tiga unsur.
1.       Unsur yang pertama adalah menta’ati segala perintah Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan melalui sunnah Rasululloh saw, seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.
2.       Unsur yang kedua adalah menjauhi larangan-larangan Allah seperti menjauhi perbuatan zina, menjauhi  minum-minuman keras, tidak melakukan perbuatan syirik dan lain sebagainya.
3.       Unsur yang ketiga adalah mengamalkan yang diizinkan Allah yakni yang tidak ada perintah maupun larangan dari Allah seperti memiliki kendaraan, memakai pakaian yang rapi, dan lain sebagainya.
Dan Allah mewajibkan kepada setiap hambanya untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana firman Allah dalam surat Nuh ayat 3:
Artinya: sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku,
Perintah ini ditujukan kepada mereka yang beriman kepada Allah swt sebagai bentuk penghambaan seorang hamba kepada Allah yang telah menciptakannya. Dalam beribadah pula seorang hamba bisa berhubungan langsung dengan Tuhannya. Oleh karena itu sudah seharusnya bagi kita yang mengaku beriman kepada Allah yang mengaku Islam sebagai agama yang dipeluknya, untuk beribadah kepada Allah dengan segenap penghambaan yang di barengi dengan kepasrahan diri kita kepada-Nya.
Jadi tauhidul ibadah adalah gabungan dari tauhid dan ibadah dimana kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah sajalah Tuhan yang kita percayai dan juga sebagai tempat bergantung dari semua problem yang kita miliki, baik itu berupa urusan duniawi maupun ukhrowi, tidak hanya berhenti sebatas yakin saja tapi juga harus dibarengi dengan beribadah kepada-Nya dengan mengerjakan shalat yang lima waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan ibadah-ibadah lainnya serta menjauhi larangan Allah yakni tidak mengkonsumsi barang haram, menjauhi perbuatan zina, tidak menyakiti tetangga dan lain sebagainya. Sebagai wujud pelaksanaan tauhidul ibadah adalah semua ibadah yang kita lakukan adalah ditujukan hanya kepada Allah semata, tidak ditujukan kepada selain Allah. Karena hanya Allah yang berhak menerima ibadah dari semua makhluk yang tercipta di seluruh jagat raya ini.

SHALAT TAHIYATUL MASJID SAAT ADZAN


 
orang yang mendengar adzan diminta untuk mendengarkan dan menirukan berdasarkan pada hadits Nabi riwayat jama’ah dari Abu Sa’id Al-Khudriy.
أخبرنا قتيبة عن مالك عن الزهري عن عطاء بن يزيد عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا سمعتم النداء فقولوا مثل ما يقول المؤذن
Artinya: telah memberitakan kepada kami, qoimah dari malik, dari az-zuhri dari ‘atho bin Yazid dari Abi Sa’id Al-Khudriy bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “apabila kamu mendengar adan, bacalah apa yang mu’adzin baca”. (HR Al-Jama’ah)
Adapun orang yang masuk masjid dianjurkan untuk melakukan shalat sebelum duduk, berdasarkan hadits Nabi Saw:
 حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: apabila salah seorang diantaramu masuk masjid maka janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at. (HR Ahmad)
1.      Penilaian Hadits
Hadits yang pertama dishohihkan oleh syeikh Al-Albani, dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir dikatakan bahwa hditsw ini shohih. Ibnu Taimiyah menshohihkan hadits ini, dalam kitab Al-Jami’ Ash-Shogir dikatakan hadits ini shohih, hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan muslim. Sehingga hadits ini bisa dijadikan hujjah.
Dalam kitab taiysirul ‘allam dikatakan, pelajran yang bisa diambil dari hadits diatas diantaranya:
·         Disyari’atkan menjawab mu’adzin seperti apa yang diucapkan olehnya. Pendapat ini berdasarkan ijma’ Ulama
·         Menjaab mu’adzin dilakukan setelah mu’adzin selesai mengucapkan kalimat adzan karena sabdanya:” فقولوا ”. karen huruf “fa” menjelaskan pada tertib (berurutan). Dan karena hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasai dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Saw bersabda:
كان يقول كما يقول المؤذن حين يسكت
·         Zahirnya hadits ini mengharuskan setiap orang yang mendengar adzan untuk menjawab adzan sesua dengan yang diucapkan mu’adzin di semua kalimat adzan.
Namun jumhur Ulama mengecualikan pada kaimat “hayya ‘ala sholah” dan “hayya ‘alal falah” yakni dijawab dengan “laa haula wala quwwata illa billah.
Untuk hadits yang kedua dalam kitab irwaa’il gholil dikatakan bahwa hadits tersebut shohih, imam Al-Albany menshohihkan hadits ini, sehingga hadits yang kedua ini juga bisa dijadikan hujjah.
Dalam kitab taiysisirul ‘allam dijelaskan bahwa bagi setiap orang yang masuk ke masjid disyari’atkan untuk shalat dua raka’at, Azh-Zhohiriyah berpendapat bahwa hal itu wajib karena mengambil dari zhohirnya hadits tersevut, namun jumhur mengatakan bahwa sahalat dua raka’at bagi orang yang masuk masjid hukumnya sunnah.
2.      Sababul Wurud
Karena kemampuan yang terbatas maka saya hanya menemukan sabab wurud hadits yang kedua saja. Sebab wurud dari hadits kedua ini adalah ketika Abu Qotadah masuk masjid dan mendapati Nabi Saw sedang duduk diantara sahabat, maka Abu Qotadah turut duduk beserta mereka. Maka Nabi betanya kepada Abu Qotadah, tentang alasannya langsung duduk karena melihat Nabi sedang duduk dan para sahabat pun duduk.maka bersabdalah Nabi sebagaiman hadits diatas.
Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa ada seorang sahabat yang bernama Sulaik datang ke masjid Nabawi pada hari jum’at sedangkan Nabi sedang berkhutbah, kemudian Sulaik langsung duduk, maka Nabi memerintahkannya untuk shalat dua raka’at terlebih dahulu. Kemudian Nabi menjelaskan bahwa masjid adalah tempat yang muia, maka bagi orang yang masuk kedalamnya dainjurkan untuk menghormatinya, yaitu dengan cara melaksanakan shalat sunnah dua raka’at sebelum duduk.


3.      Kesimpulan
Dari hadits diatas bisa diambil pelajaran diasyari’atkannya shalat dua raka’at  atau yang dikenal dengan sebutan tahiyatul masjid, bagi orang yang masuk kemasjid. Az-Zohiriyah berpendapat bahwa hukumnya wajib, namun Jumhur Ulama mengatakan bahwa hukumnya adalah Sunnah. Dan kita memilih untuk mengikuti jumhur Ulama bahwa shalat tahiyyatu masjid hukumnya sunnah.
Dengan mengamalkan kedua hadits tersebut secara Al-Jam’u wattaufiq, yakni menggabungkan pengamalan kedua isi hadits diatas, yakni agar memperhatikan adzan kemudian menirukannya dan melakukan shalat dua raka’at sebelum duduk, maka dilakukanlah seperti yang dipertanyakan diatas, yakni seorang yang masuk masjid dikala mu’adzin mengumandangkan adzannya, maka ia berdiri dengan menirukan adzan itu baru kemudian setelah selesai berdo’a, melakukan shalat dua raka’at  yang terkenal dengan nama tahiyyatul masjid.

Text Widget

Total Pageviews

Categories

Blogger Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

About Me

Foto Saya
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

mari berteman