Recent Posts

PERINTAH MEMBERSIHKAN PAKAIAN DALAM AL-QUR'AN


وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan bersihkanlah pakaianmu”

Sepenggal ayat Al-Qur’an diatas memang memakai kata yang sederhana dan mudah dipahami oleh setiap orang yang membacanya. Namun jika dicari maknanya maka begitu luas hikmah yang terkandung dalam sepenggal ayat yang sedikit ini.
Secara bahasa kita bisa menerjemahkan ayat diatas sebagai perintah untuk membersihkan pakaian. Simple memang namun jika kita berhenti sampai disitu saja maka kita tidak mendapatkan hikmah yang lain dalam ayat tersebut. Karena apakah kita berpikir bahwa perintah membersihkan pakaian (mencuci) harus sampai diwahyukan oleh Allah melalui perantara Jibril dan dijadikan sebagai risalah Ilahi untuk disampaikan kepada umatnya. Apakah orang-orang Arab pada waktu itu tidak suka mencuci pakaiannya? Atau apakah orang-orang pada waktu itu selalu memakai pakaian kotor sehingga perintah membersihkan pakaian harus dimasukkan kedalam tugas kerasulan Muhammad SAW? Maka perlu bagi kita untuk membaca kitab-kitab tafsir untuk mengetahui makna dan hikmah yang lebih luas dari setiap ayat-ayat Al-Qur’an.
Qatadah mengatakan: “Ini adalah kalimat bahasa Arab, dulu orang Arab jika berkata “Bersihkanlah pakaianmu” maksudnya bersihkan dari segala dosa. Adh-Dhahak mengatakan bahwa maknanya adalah jangan menggunakan pakaianmu dalam berbuat maksiat.
Menurut As-Sa’di yang dimaksud dengan pakaian yang harus dibersihkan adalah segala amal perbuatan manusia. Sehingga dalam setiap amalnya senantiasa didasari ikhlas karena Allah SWT. Tidak tercampur dengan segala penyakit hati seperti sombong,riya dan sebagainya.
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pakaian disitu adalah amalmu perbaikilah. Abu Razin mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat diatas adalah perbaikilah amalmu, dalam kebiasaan orang Arab jika ada orang yang jelek perbuatannya maka dia dikatakan dia berpakaian kotor sedangkan jika perbuatannya benar/baik maka dikatakan bahwa ia berpakaian bersih.
Para ulama terbagi kedalam dua pandangan ada yang menafsirkan ayat diatas dengan arti yang sedungguhnya sehingga yang dimaksud dengan pakaian disitu adalah pakaian yang digunakan manusia untuk menutupi auratnya. Namun sebagian lainnya menafsirkan ayat diatas dengan mena’wilkan makna pakaian kedalam makna majazi yakni maksud dari pakaian yang harus dibersihkan adalah amal perbuatanmu.
Pendapat yang paling banyak dipegang oleh para mufassir adalah makna yang kedua. Bahkan dalam kitab tasir Ath-Thabari dikatakan bahwa sebagian besar mufassir mengartikan kata ats-tsiyab adalah hati.
Terlepas dari semua itu kita bisa mengambil jalan tengah dalam menerjemahkan ayat 4 dari surat Al-Mudatsir ini.
1.   Perintah untuk membersihkan pakaian disini adalah dengan menjaganya agar tidak digunakan dalam segala bentuk kemaksiatan yang dapat menimbulkan dosa bagi pelakunya.
2.  Perintah membersihkan pakaian adalah membersihkan setiap amal perbuatan kita dari segala bentuk penyakit hati.
3.    Menjaga kebersihan hati. Karena hati adalah pusat dari segala amal perbuatan kita. Sebagaimana dalam hadis dikatakan: “jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhmu dan jika dia buruk maka buruklah semua tubuhmu, ketahuilah ia adalah hati.”

MANDI SEBELUM JUM'ATAN, HARUSKAH....????

A. PENDAHULUAN
Hari jum’at adalah hari besar atau hari raya mingguan bagi kaum muslimin. Pada hari tersebut dilaksanakan ibadah mingguan yaitu shalat jum’at. Tentu pelaksanaan shalat jum’at yang dilaksanakan pada tengah hari yaitu pada waktu zuhur dan tidak liburnya kegiatan-kegiatan warga Negara Indonesia yang lebih memilih hari minggu sebagai hari libur akhir pecan menyebabkan umat muslim harus pintar-pintar membagi waktu antara bekerja tanpa mengesampingkan kewajiban menunaikan shalat jum’at berjama’ah. Dengan waktu yang sempit umat muslim dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara mencari kehidupan duniawi tanpa meninggalkan kewajiban sebagai makhluk Tuhannya yakni beribadah kepada-Nya. Karena perintah shalat jum’at telah secara jelas didalam Al-Qur’an sebagai sebuah kewajiban bagi kaum muslimin. Dengan meninggalkan segala aktivitas yang dilakukan sebelum dilaksanakannya shalat jumat dan baru boleh dilanjut kembali setelah selesai menunaikan shalat jum’at. Dengan adanya dalil tersebut maka wajib bagi kita semua untuk menunaikan shalat jum’at jika sudah masuk waktunya dan meninggalkan segala aktivitas apapun yang sedang kita lakukan demi menghadapkan diri kita kepada sang Maha Kuasa sebagai bentuk penghambaan kita kepada-Nya. Lalu yang jadi permasalahan adalah ketika shalat jum’at itu harus diawali dengan mandi sebelum menunaikannya. Hal itu tentu tidak ada masalah bagi beberapa orang yang memang tidak ada aktivitas di hari jum’at. Namun bagi orang yang sedang bekerja di kantor, pasar, pabrik, atau berada di sekolah dengan jam istirahat yang dibatasi, bukankah hal itu akan mempersulit mereka dalam mengerjakannya. Hadis-hadis yang menerangkan tentang mandi hari jum’at memang seolah-olah saling kontradiktif antara satu dengan lainnya. Dimana satu hadis yang shahih mengatakan bahwa hukum mandi pada hari jum’at adalah wajib karena dalam teks hadisnya sendiri terdapat kata-kata “wajib”. Namun dalam teks hadis lain tidak terdapat lafaz yang mengindikasikan kewajiban mandi pada hari jum’at.
B. PEMBAHASAN
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ 
"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim) Dan diatara hadis Nabi yang dijadikan dalil oleh kelompok yang memandang bahwa mandi pada hari jum’at tidak wajib adalah:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

 "Barangsiapa berwudlu', lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum'at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim no. 857) 
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebutkan wudlu' dan hanya menfokuskan padanya, tidak pada mandi, lalu menilainya sah sekaligus menyebutkan pahala yang diperoleh dari hal tersebut. Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapi Sunnah Mu'akkadah. Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapiSunnah Mu'akkadah. Imam al Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Shahih Muslim, ketika memberikan syarah hadits, "siapa yang mandi kemudian mendatangi Jum'at, lalu shalat sebagainya yang dia mampu, lalu memperhatikan khutbah hingga selesai, lalu shalat bersama Imam, maka diberi ampunan untuknya pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya," beliau menyitir riwayat di atas. Kemudian berkata, "di dalam hadits (pertama) terdapat keutamaan mandi. Dan itu bukan hal yang wajib berdasarkan riwayat kedua. Di dalamnya terdapat anjuran berwudlu' dan memperbagusnya." Kedua, hadits Samurah bin Jundab radliyallah 'anhu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

 مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ, وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ 

"Barangsiapa yang berwudlu', maka dia telah mengikuti sunnah dan itu yang terbaik. Barangsiapa yang mandi , maka yang demikian itu lebih afdhal." (HR. Abu Dawud no. 354, al-Tirmidzi no. 497, al-Nasai no. 1379, Ibnu Majah no. 1091, Ahmad, no. 22. Imam al-Tirmidzi menghasankannya) Ibnu Hajar mencantumkan hadits ini dalam Bulughul Maram sesudah hadits yang menunjukkan wajibnya mandi Jum'at. Dan berdasarkan hadits ini, Jumhur mendasarkan pendapat mereka. Imam al Shan'ani dalam Subul al-Salam berkata, "hadits ini menjadi dalil tidak wajibnya mandi." Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram berkata, "hadits ini menguatkan pendapat Jumhur bahwa mandi hari Jum’at tidak wajib." Ketiga, pengakuan 'Umar dan para sahabat terhadap 'Utsman yang berangkat menunaikan shalat Jum'at dengan berwudlu' saja, tidak mandi. Mereka tidak menyuruh 'Ustman untuk keluar dari masjid serta tidak menolaknya sehingga hal itu menjadi ijma' mereka bahwa mandi bukan menjadi syarat sahnya shalat Jum'at dan tidak wajib. Imam al Nawawi mengambil kesimpulan dari kisah ini, seandainya mandi Jum'at itu wajib pasti 'Utsman tidak akan meninggalkannya. Dan jika wajib, pasti 'Umar dan para sahabat lainnya akan menyuruhnya mandi. Padahal status keduanya sebagai Ahlul Halli wal 'Aqdi. Imam al Tirmidzi rahimahullah menyimpulkan dari kisah ini, bahwa mandi hari Jum'at bersifat pilihan dan bukan sesuatu yang wajib. Keempat, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada para sahabat yang keluar bekerja pada hari Jum'at sehingga mereka terkena debu dan menimbulkan bau tidak sedap;
 لَوْ اغْتَسَلْتُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
 "Alangkah baiknya kalian mandi pada hari Jum'at." (HR. Muslim dari 'Aisyah radliyallah 'anha) dalam riwayat lain, "kalau saja kalian membersihkan diri kalian untuk hari kalian ini." Lafadz hadits ini memberikan pengertian bahwa mandi hari Jum'at itu bukan suatu yang wajib. Pengertian dari sabda beliau di atas adalah, "niscaya akan lebih baik dan lebih sempurna." (Syarh Shahih Muslim: IV/382) Dengan adanya hadis-hadis tentang mandi pada hari jum’at yang seolah-olah bertentangan antara satu dengan lainnya, dimana ada yang mencantumkan lafaz wajib dalam teks hadisnya tapi dalam hadis lain hanya ada anjuran saja. Untuk menyelasikan hadis-hadis ikhtilaf ini kami mencoba menggunakan metode Al-Jam’u Wa At-Taufiq sebagaimana dicontohkan oleh Imam Asy-Syafi’i. Yakni dengan mengkompromikan hadis-hadis tersebut sehingga dapat dipahami bahwa adanya lafaz wajib dalam beberapa hadis tentang mandi pada hari jum’at tidak serta merta menjadikan hukum mandi pada hari jum’at menjadi wajib karena banyaknya hadis-hadis lain dengan derajat yang shahih pula yang menyatakan bahwa mandi pada hari jum’at hanya sebatas anjuran.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah kami paparkan diatas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai hukum mandi pada hari jum’at sebagai berikut: 
1. Mandi pada hari jum’at hukumnya sunnah mu’akaddah yaitu dianjurkan untuk dilakukan tapi tidak menyebabkan datangnya dosa jika tidak melaksanakannya karena perintah wajib dalam beberapa hadis tentang mandi pada hari jum’at dipahami sebagai sebuah anjuran dan hal itu didukung oleh banyaknya hadis shahih yang menyatakan bahwa mandi hari jum’at hanya sunnah. 
2. Namun dengan adanya beberapa hadis yang mewajibkan kita mandi hari jum’at hendaknya menjadi acuan bagi kita untuk tidak serta merta melalaikannya. Bahkan berusaha untuk melaksanakannya. Umat Islam memang harus senantiasa memperdalam pemahaman mereka mengenai hadis yang menjadi pedoman kita setelah Al-Qur’an. Dengan demikian kita bisa mewujudkan dan menjaga fungsi dari agama Islam sebagai agama yang sesuai bagi semua zaman.

Text Widget

Total Pageviews

Categories

Blogger Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

About Me

Foto Saya
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

mari berteman