Setiap untaian kata yang keluar dari lisan seseorang adalah cerminan dari kondisi hatinya. Jika sedang bahagia maka kata-kata syukur dan senang akan keluar melalui lisannya. Namun ketika sedang dirundung banyak masalah seribu keluh kesah akan keluar dari lisan sebagai gambaran dari isi hati si mpunya.
Setiap kata yang kita ucapkan tentu akan mendapat respon dari pendengarnya. Adakalanya orang senang mendengar kita berbicara namun tidak jarang setiap kata yang terucap menyebabkan sebuah pertikaian bahkan perang. Hal itu tentunya menjadi sebuah renungan bagi kita untuk senantiasa menjaga lisan agar tidak sampai menyakiti orang lain.
Dalam Islam perintah menjaga lisan ini tertuang pada salah satu sabda Rasulullah SAW:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يوم بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”. [Bukhari no. 6018, Muslim no. 47]
Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”.(QS. Al Isra’ : 36)
dan firman-Nya:
“Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS. Qaff : 18)
Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat mengendalikan lidahnya”.
Beliau juga bersabda :
“Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”.
Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia. Allah berfirman :
“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS.Qaaf : 18)
Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan.
Sebagai seorang muslim yang berusaha menyempurnakan keimanannya mari kita senantiasa menjaga lisan sebagai sarana menyelamatkan diri dari kebinasaan dan menyelamatkan orang lain dari jahatnya lisan yang tidak terjaga.
Wallahu a’lam bish-shawab
Recent Posts
Home » Archives for Maret 2015
KEUTAMAAN PENUNTUT ILMU
Firman
Allah Ta’ala Q.S. az-Zumar: 9 (Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?") mengaskan
bahwa berilmu dan tidak berilmu berbeda dalam segala hal.
Ø Firman
Allah Ta’ala Q.S. al-Mujadalah: 11 (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat) mengaskan
bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu dengan memberikannya
kemuliaan. Kemuliaan yang
diberikan Allah adalah kemuliaan yang bersifat hakiki, berbeda dengan kemuliaan
yang diberikan oleh manusia. Karena kemuliaan semacam itu bersifat nisbi, sebagai
contoh seorang yang mendapat kemuliaan karena memiliki jabatan tinggi akan
hilang kemuliaannya seiring dengan kepergian jabatan itu darinya.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ulama (orang berilmu)
memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan mukmin (orang beriman) sebanyak
700 derajat.
Ø Firman
Allah Ta’ala Q.S. Fathir: 28 (Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama)
menjelaskan bahwa ulama adalah hamba Allah yang paling takut kepada Allah
disbanding hamba-hamba-Nya yang lain.
Ø Dalam
firman Allah Q.S. al-Maidah: 4 ("Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu)
mengaskan adanya perbedaan antara hewan yang terlatih (diberi ilmu) dengan yang
tidak. Dengan
demikian kemuliaan ilmu tidak hanya mengangkat derajat manusia tetapi hewan
sekalipun akan terangkat dengannya.
“...ilmu itu jika melekat pada sesuatu maka
sesuatu itu akan menjadi mulia…”
Text Widget
Total Pageviews
Blogger Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
Blog Archive
About Me
- lalamping
- كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.